handphone-tablet
Kajian.Net
Aku sudah siap dengan semangat baru, menapak jalan terjal untuk mencari ilmu, menelusuri halang rintang untuk menyongsong indahnya masa depan.

Wednesday, January 22, 2014

Raih Kemenangan Dakwah dengan Kekuatan Amanah



Sumber gambar : http://umustlucky.blogspot.com
Fakta bahwa Islam akan jaya adalah sebuah keniscayaan. Ada tidaknya kita di dalam barisan, agama rahmatan lil ‘alamin ini tentu akan tetap menjadi pemimpin atas umat manusia. Allah pun berfirman dalam Al-Qur’an bahwa golongan lemah yang menyerah atas perjuangan akan segera tergantikan oleh golongan lain yang lebih kuat, yang lebih siap menyongsong kemenangan. Namun, fakta ini tidak bisa dijadikan pembenaran atas sikap cuek bebek dengan dalih sibuk bekerja, menghabiskan waktu bersama keluarga, atau alasan-alasan lain yang barangkali bagi sebagian orang dapat diterima tapi berefek buruk bagi kemenangan dakwah.
 Tidak ada paksaan dalam dakwah, namun siapkah kita digantikan oleh ‘golongan lain’ itu? Saat orang-orang di sekitar kita sibuk berjuang, seorang prajurit dakwah tidak akan merasa nyaman untuk tetap berdiam diri sebagai penonton tanpa kontribusi memadai. Meski kemenangan sudah dekat di depan mata pun, bukan berarti kita boleh duduk-duduk menunggu tanpa kerja.
Surga memang tidak bisa diperoleh dengan cara yang mudah, apalagi murah. Terkadang kita perlu melakukan banyak hal yang secara logika tidak bisa dilakukan sebelumnya, seperti memaksakan diri mengerjakan sesuatu di sela-sela kesibukan bekerja, mengeluarkan seluruh uang kertas dari dompet tanpa hitung-hitung terlebih dahulu, atau meninggalkan acara penting keluarga demi menghadiri syura’ kepanitiaan.
Contoh di atas hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan amanah yang harus dilaksanakan oleh prajurit dakwah. Singkatnya, amanah-amanah kecil yang dikerjakan dengan ikhlas ialah pengantar untuk amanah-amanah besar. Seandainya pada fase tersebut tidak lulus, bagaimana mungkin Allah akan memberikan kita amanah besar? Jika kita masih terseok-seok memunguti amanah-amanah kecil untuk dijalankan, maka kita tak punya pengalaman yang cukup untuk menyelesaikan masalah saat kemenangan sudah di tangan.
Semakin tinggi kuantitas potensi manusia, maka semakin berat amanahnya. Orang kaya lebih besar tanggung jawabnya menafkahkan harta, orang cerdas lebih dituntut untuk membagi ilmunya pada orang-orang sekitarnya dan sebagainya. Mungkin masih ada di antara kita yang tidak memiliki self confidence, merasa bahwa di dalam suatu posisi ia tidak berbakat, hingga terbersit pemikiran, “Saya tidak ingin dapat amanah di lini A, saya maunya di lini B.” Menanggapi kasus seperti ini, menurut hemat saya, bukannya orang tersebut tidak berbakat atau memiliki kuantitas potensi yang rendah, tapi hanya self confidence dan keikhlasan yang perlu dipertanyakan. Bukankah Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya? Jika seorang nonmuslim semacam Plato, Einstein atau Beethoven sedemikian luar biasanya di mata dunia, maka seorang muslim yang selalu ada Allah di hatinya tentu bisa lebih berguna. Yah, mungkin kita tidak bisa seperti Bapak K.H. Rahmat Abdullah atau Ustadz Anis Matta yang luar biasa. Kita hanya diri kita sendiri, yang belajar merangkak dari diri yang biasa.
Dakwah memang berat, tapi ada harga yang akan dibayar. Ada lelah yang akan diganti. Allah sudah mempersiapkannya untuk kita, bukan hanya satu, tapi seribu. Hanya pengorbananlah yang berhak atas harga-harga itu. Pengorbanan untuk menjauhkan godaan, pengorbanan untuk mempertahankan iman, pengorbanan untuk tetap teguh dalam barisan. Sebab tak ada penat yang sia-sia.

No comments:

Post a Comment