handphone-tablet
Kajian.Net
Aku sudah siap dengan semangat baru, menapak jalan terjal untuk mencari ilmu, menelusuri halang rintang untuk menyongsong indahnya masa depan.

Wednesday, April 30, 2014

Untukmu yang Sedang jatuh Hati



Untukmu yang sedang jatuh hati
Kau bilang mencintai dan dicintai adalah anugerah?
Kau berani katakan bahwa kekagumanmu adalah cinta?
Tidak! Itu bukan cinta, Sayang
Kata itu terlalu sakral untuk kau perbincangkan denganku
Itu hanya nafsumu, egomu.

Bila kau berhasil menjaga pandanganmu
Tapi tetap kau pertahankan kekagumanmu
Lalu apa bedanya kita dengan mereka yang berada di luar sana?
Bukankah sama saja, kau mengharap sesuatu yang bukan hakmu?

Sayang, aku tak ingin menghakimi
Aku rasa memang hidup itu indah jika hadir seseorang yang menginspirasi
Bagaimanapun, rasa yang berkecamuk dalam dadamu adalah fitrah
Allah teramat menyayangimu
Hingga Ia inginkan kau semakin tangguh dalam upaya menjaga kesucian hatimu
Tapi kau salah tempat
Tak seharusnya kagummu kau pertahankan dengan duduk manis tanpa perlawanan

Pun bila kau tak mau melawannya
Maka perjuangkan!
Buat dirimu pantas mengimplementasikan kagum dan harapmu dengan mempersaksikannya di hadapan Allah
Segera
Karena seperti yang pernah kukatakan padamu
Cinta sejati itu tidak ada
Kecuali cinta yang didasari keimanan pada-Nya
Cinta yang berani kau perjuangkan atas nama cinta-Nya
Kau percaya?

Murabbi (tak) Sempurna

Berawal dari obrolan iseng yang kerap kali kita dengar atau ucapkan bersama teman-teman kita.
“Siapa Murabbi Antum/Anti?”
“Ah, ngapain ngasih tahu? Kasian beliau. Kelakuan ane masih unyu-unyu gini.”
Terlepas dari perihal ke-amniyah-an, dari dialog di atas kita bisa renungkan apa yang seharusnya menjadi tugas Murabbi. Memperbaiki akhlaq Mutarabbi kah? Sebegitu berat ya amanah yang dipikul seseorang yang bergelar Murabbi itu?
Mari kita telusuri!
Sebagaimana tak ada manusia sempurna kecuali Rasulullah saw (shalawat dan salam atas beliau), maka saya juga memberanikan diri untuk katakan, tak ada Murabbi sempurna kecuali beliau. Oleh karena itu, saat kita memposisikan diri sebagai Mutarabbi, bukan hal yang bisa dibenarkan apabila kita terus-menerus bercermin, memandang kagum dan menuntut kesempurnaan dari Murabbi. Walau bagaimanapun, Murabbi hanyalah manusia biasa yang selagi kecil hatinya tidak pernah dibersihkan oleh malaikat Jibril hingga terpelihara dari dosa. Terlebih lagi, sebagian besar dari kita memiliki latar belakang keluarga non-tarbiyah dan lingkungan keseharian yang tidak support dengan dakwah. Maka tak heran, ketika seorang aktivis dakwah kampus yang dahulunya sedemikian luar biasa (sukses membina banyak mad’u atau bahkan cakap memimpin lembaga), dengan mudah ia bisa berubah banyak setelah keluar dari barisan dakwah. Tapi tentu ini tidaklah terjadi pada mereka yang konsisten mempertahankan Tarbiyah Dzatiyah dan rela berpayah-payah demi memperoleh ilmu di tengah kesibukan dan tuntutan profesi.

Betulkah Kita Tak Pantas Menjadi Pemimpin?

“Jangan ulun gin, Kak. Ukhti A aja, lebih pantas. Ulun ni masih unyu-unyu, kada bakat jadi pemimpin.”

Betul. Kita mungkin bukan yang terbaik. Tidak hanya Ukhti A, Ukhti B, C sampai Z pun masih lebih baik. Ibarat perhiasan, kita bukan emas berkilau yang membuat orang lain silau, yang dijual dengan harga mahal dan dikenakan oleh para hartawan. Tapi ketahuilah, Saudariku Sayang, perhiasan mahal itu pun dulunya tinggal di lumpur yang kotor dan hanya bisa dilihat oleh mata-mata yang cermat. Pun setelah berhasil ditemukan, ia harus direndam dengan zat kimia, diremuk dan dibakar hingga kilaunya kian memukau.

Kau mungkin berfikir, ‘aku terpilih bukan karena terlihat bagai emas yang berkilau, tapi karena tak ada lagi yang mau peduli.’ Terserah apa katamu, tapi ingatlah bahwa Allah tidak memilih hamba-Nya secara random – seperti mengambil bola dari dalam kotak dengan mata tertutup yang kerap kita temui dalam pelajaran Statistik – dan kaulah bola yang beruntung.

Tidak, Saudariku Sayang!

Ia memilihmu!

Kau terpilih sebab Ia Maha Tahu, akan jadi apa kau di masa depan.

Kau terpilih sebab jauh sebelum dunia ini dicipta, namamu sudah tertulis di Lauh Mahfuz.

Terlebih lagi, kau terpilih sebab cinta-Nya padamu teramat besar.

Haruskah cinta-Nya kau abaikan?

Saatnya Dayat Bernyanyi

Dayat yang ngomongnya belum lancar alias cadel juga pingin nyanyi. Dengerin deh!