handphone-tablet
Kajian.Net
Aku sudah siap dengan semangat baru, menapak jalan terjal untuk mencari ilmu, menelusuri halang rintang untuk menyongsong indahnya masa depan.

Friday, August 28, 2015

Balada Genre, Anugrah Untuk Saya



Meskipun banyak beredar novel berbagai genre, fiksi terbaik sepanjang masa menurut saya tetaplah Harry Potter, yang kedua Sherlock Holmes, selanjutnya Hunger Games & Death Note (komik). Dalam novel Harry Potter, tidak ada 1 detail pun yang terlewatkan, yang pada fiksi-fiksi fantasy lainnya akan memunculkan pertanyaan, “kok jadi gini?” atau “yang ini kok tiba-tiba muncul?” yang membuat cerita jadi terasa tidak masuk akal. Harry Potter juga mengajarkan untuk saling percaya karena musuh sangat menyukai kaum yang tercerai-berai. Ini pesan moral yang paling ditonjolkan, menurut saya sih.
 

Kalau Sherlock Holmes kelebihannya ada pada ketepatan deduksi tanpa kebanyakan basa-basi. Banyak kisah detektif lain memang, tapi menurut saya masih kebanyakan “bumbu”-nya, alias masalah yang didramatisir untuk menarik minat pembaca (kecuali kisah Hercule Poirot dari Agatha Christie yang masih belum sempat saya baca, yang katanya bertentangan dengan metode Sherlock dalam mencari petunjuk). Maaf ya penggemar detektif fiksi selain Sherlock Holmes, itu hanya padangan saya.


Tapi petualangan Sherlock versi BBC juga banyak dramatisasi.



Yup that's right! Hanya saja dramatisasi disini dikemas dalam bentuk komedi segar yang cerdas dan tidak meninggalkan substansi cerita, diperankan oleh aktor kawakan favorit saya pula, Benedict Cumberbatch yang dinominasikan sebagai aktor terbaik di Piala Oscar 2015. Bukan dramatisasi ala drama Korea ya.



The next one is Hunger Games Trilogy. Kalau Harry Potter mengajarkan sikap saling percaya, Hunger Games kebalikannya. Ia mengajarkan untuk selalu waspada meski dengan orang terdekat sekali pun. Selain itu, novel ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang serba berkecukupan (makan teratur, sekolah favorit, pakaian modis, kendaraan mahal dll) lebih mudah dibodohi daripada orang-orang yang serba kekurangan.

Yang terakhir Death Note. Komik ya, bukan versi film, karena jauh sekali perbedaannya. Light Yagami dan L, dua pemuda seusia yang berperang dalam diam. Kalau Sherlock hebat dalam deduksi, L hebat dalam membuat rencana pemecahan kasus, dan Light hebat menghindarinya. Saya ingat beberapa tahun silam berburu pinjaman komik Death Note bersama Deya dan berandai-andai hewan apa yang cocok menjadi patronus kami. Hm... masih ingat kah sahabat saya ini?



Belum ada fiksi lain yang sukses dibuat secerdas fiksi-fiksi di atas, kecuali historical fiction, tapi tentu saja tidak masuk hitungan karena bersumber dari sejarah.



Oh, ralat! Mungkin banyak fiksi yang cerdas, tapi di luar genre yang saya sukai. Drama contohnya. Ada banyak sekali novel drama yang best seller, baik dari penulis lokal maupun internasional, pembacanya jutaan dan berhasil mempengaruhi hidup banyak orang. Jangan kira saya gengsi atau tidak mau mencintai novel drama yang biasanya ada bagian tangis-menangis, saya sudah berkali-kali berusaha, tapi kenyataannya novel-novel penuh makna karya penulis sekaliber Tere Liye atau Andrea Hirata tak berhasil membuat saya menyelesaikan pertengahan buku. Semua pasti berakhir dengan kebosanan.



Bandingkan saat membaca novel detektif, action fantasy atau historical fiction yang bersifat kolosal. Entah dalam waktu berapa minggu waktu itu, saya pernah menghabiskan 7 seri Harry Potter, 3 seri Hunger Games, 2 seri kisah klan Otori (fiksi ksatria Jepang abad 1800-an), 3 novel + beberapa cerpen  Sherlock Holmes, 2 seri Percy Jackson dan 5 seri Trio Detektif. Semuanya e-book. Setelah stoknya habis, saya membaca The Alchemist karya Paulo Coelho, lagi-lagi tak selesai karena saya kembali bosan dengan drama.



Sebenarnya mengherankan. Dulu ketika SMP, saya rajin membuat cerita remaja yang ditulis tangan dan ilustrasi sampulnya saya buat sendiri dari potongan-potongan majalah. Setiap hari cerita itu dipinjam bergantian oleh teman-teman, Yuli, Hike, Feni,  Jojo, Yani, Amah, Anti, saya lupa apakah sahabat saya Eva juga menjadi bagian dari fansclub ini :D (siapa lagi ya yang belum disebut?). Bukan kisah detektif atau fantasy, tapi tema yang tak jauh-jauh dari remaja, yakni kisah percintaan anak SMA dengan tokoh sentral Alex dan Dita. Cerita yang 'extraordinary alay' dan awut-awutan itu tetap saja menjadi trending topic di kalangan sahabat-sahabat saya yang setia.



Wait, that is drama, isn’t it?



Absolutely it is! Itu drama, pun setelah dewasa saya berkali-kali menulis cerpen drama. Dua telah diterbitkan secara 'paksa', sisanya tidak jadi terbit karena kendala teknis. Icha dan Ita 2 sahabat saya yang menjadi teman 'bergalau ria' di balik cerpen-cerpen 'luar biasa' itu. Permen Biru dan Pangeran Berkuda Tua, Complete Me Completely, All The Impossible Thing, bukankah judul-judul itu sangat menarik, Sahabatku? Dan kisah-kisah di dalamnya akan membuat kita tersenyum penuh makna.
ini buku keroyokan karya saya dan teman-teman


Sementara cerpen-cerpen dan satu semi novel berseri berhasil saya selesaikan (meskipun saya tidak tahu lagi keberadaan semi novel itu sekarang), ternyata ada banyak fiksi bergenre lain yang bernasib malang. Sebut saja cerpen tentang derak-derak misterius dalam gudang yang hanya berhasil dibuat sebanyak satu paragraf, atau yang lebih parah lagi novel tentang seorang profesor gila yang menemukan serum mematikan di lab kimia, masih berbentuk kerangka. Ada lagi tentang anak-anak nakal yang membongkar sindikat human trafficking, juga masih kerangka.  Oh ya, satu lagi yang baru diselesaikan kerangkanya, tentang persahabatan lintas agama dua remaja yang bersembunyi dari pembunuh. Setting-nya di Tanah Bumbu, tempat saya dibesarkan. Saya bersemangat sekali membuat kerangka yang satu ini tapi kembali lagi, saya BINGUNG karena kekurangan referensi.



Sungguh aneh ya? Saya penggila fiksi detektif, action fantasy dan historical fiction, tidak menyukai drama, tapi sejauh ini hanya berhasil membuat fiksi drama. Entah kapan Tuhan akan menganugerahi saya ide kreatif sesuai genre favorit saya.



Wallahu a'lam. Semoga kapanpun itu tetap akan menjadi berkah untuk banyak orang. Amin.





Kandangan, 21 Juli 2015

   (inspirasi menyejukkan di antara kegaduhan petasan)

No comments:

Post a Comment