Saat ini pukul
sepuluh lewat lima. Sudah cukup lengang jalanan di luar sana. Teman-teman penghuni
kos yang masih belum pulang kampung sudah terdengar bersiap-siap untuk tidur.
Ah, aku makan malam saja belum. Tidak berselera.
Beberapa menit
yang lalu, satu pesan masuk ke inbox handphone-ku. Dari Fulanah, adik satu jurusan
tiga tingkat di bawah. Begitu melihat namanya, suasana hati sudah berubah. Kubuka
cepat-cepat. Ia menyampaikan permintaan maaf karena dengan terpaksa harus membatalkan
acara perpisahan yang sudah kami rencanakan hari Ahad nanti. Kujawab segera ditambah
icon smiley yang ceria. Ceria? Ah,
aku merasa bodoh, itu tidak jujur namanya.
Entah bagaimana
awalnya, tiba-tiba saja hatiku meringis. Teringat peristiwa kemarin siang saat ia
sengaja hadir di Musyawarah Besar organisasi yang menaungi kami. Mulanya kufikir
tujuannya datang memang untuk menghadiri Mubes, namun setelah salah seorang akhwat
yang cukup dekat denganku dan Fulanah memberitahu bahwa kedatangannya kemari adalah
untuk berpamitan, aku shocked berat.
Kenapa? Mau kemana?
“Tadi malam katanya
dia sudah nelpon Kak Norma, tapi nggak diangkat.”
Astaghfirullah!
Iya, ketika men-check handphone tadi pagi, ada tiga panggilan tak
terjawab dari Fulanah. Tidak kuangkat saat ia menelpon karena waktu itu aku sudah
tertidur tanpa direncanakan. Kufikir dia hanya ingin bertanya sesuatu, atau bercerita
seperti biasa. Iya, dia memang ingin bercerita, Norma, cerita bahwa ia akan berpamitan.
Oh!
“Mana…?” aku
melayangkan pandangan ke seluruh ruangan. Fulanah sudah tidak ada.
“Dia di
luar, Kak. Sini saya temani,” tawar akhwat tadi.
Kami berdua keluar
ruangan. Sudah tak terfikirkan lagi di benakku bahwa teman-teman tengah bersitegang
mendiskusikan MPO (Mekanisme Pelaksanaan Organisasi). Fulanah, adikku, aku merasa
sangat bersalah.
Di ujung anak
tangga menuju lantai dua, aku melihatnya bersama salah seorang akhwat (adik tingkat
dua tahun di bawahku). Kupanggil mereka. Fulanah tersenyum saat melihatku,
sepertinya sedikit salah tingkah.
“Ukhti,
afwan jiddan tadi malam Kakak nggak ngangkat telpon anti….”akuku langsung.
“Nggak papa,
Kak. Saya tahu Kak Norma mungkin sudah tidur,” jawabnya malu-malu.
Kuajak mereka
mencari tempat duduk yang nyaman, bangku kayu panjang di lorong menuju gedung Dekanat
lantai dua.
Aku lupa berapa
lama waktu yang kami berempat habiskan untuk bercengkrama, menceritakan hal apapun
yang kami inginkan, alasan berpamitan, keadaan lingkungan tempat dia tinggal nanti,
sampai kuceritakan sedikit tentang pahlawan Palestina Syekh Ahmad Yaasin. Semoga
memberi kekuatan.
Mulanya kuupayakan
agar dia tak jadi pergi. Ah, betapa polosnya aku! Dia memang harus pergi.Orang
tuanya sudah menunggu untuk menjemputnya kembali.
“Saya harus pergi,
Kak,” jawabnya berulang-ulang. Suaranya bergetar.
Ya sudahlah, kalau memang ini jalan
yang sudah dengan jelas Allah Tetapkan di depan mata, kenapa harus kita paksakan
untuk mencegahnya? Dunia adalah ladang luas untuk berbuat kebaikan. Tidak bisa beramal
di satu tempat, kita bisa melakukannya di tempat lain. Tapi… siapa yang merasa berbahagia
dengan perpisahan?
Ukhti Fulanah,
maafkan Kakak yang selama ini belum bisa menjadi teladan yang baik untuk anti.
Maafkan jika selama ini sangat banyak pengawasan yang tidak mampu Kakak lakukan.
Maafkan karena tidak semua nasihat yang Kakak berikan selalu bisa Kakak lakukan. Kaburamaqtan ‘Indallahaantakulumaa la
taf’aluun. Tentu, tentu Allah sangat membencinya Ukh. Tapi dengan niat tulus
untuk terus berusaha melakukan perbaikan, Insya Allah tidak akan dinilai sebagai
dosa. Maafkan semua kesalahan Kakak ya Ukhti. Semoga keterikatan hati yang
sejak lama kita bangun tak akan pudar hingga kapanpun.
Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini
telah berhimpun dalam cinta kepada-Mu, bertemu dalam taat kepada-Mu, bersatu dalam
da’wah kepada-Mu, berpadu dalam membela syariat-Mu.
Ya Allah, kokohkanlah ikatannya, kekalkanlah
cintanya, tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu
yang tidak pernah pudar.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan
kepada-Mu dan keindahan bertawakal kepada-Mu.
Hidupkanlah hati kami dengan ma’rifat kepada-Mu.
Sesungguhnya Engkaulah Sebaik-baik Pelindung dan
Sebaik-baik Penolong.
Ya Allah, kabulkanlah dan sampaikanlah salam sejahtera
kepada junjungan kami, Muhammad SAW, kepada para keluarganya, dan kepada para sahabatnya,
limpahkanlah keselamatan untuk mereka.
NB :
Rabb, My Lord, aku ingin menyampaikan pesan cinta.
Kau beri aku kado sangat indah, satu paket binaan istimewa
yang tanpa kukerahkan tenagaku lebih banyak pun akan selalu bersemangat menimba
ilmu bersama-sama.
Kini Kau ambil kembali salah satu yang terbaik dari mereka,
yang senang mengevaluasi kelemahan diri dan bersemangat melakukan perbaikan.
Ya, Rabb, My Lord, aku tahu ini salah satu bentuk teguran-Mu.
Teguran-Mu bahwa aku belum sepenuhnya berusaha memberikan teladan
untuk mereka.
Teguran-Mu bahwa aku sering mengacuhkan mereka dalam pengawasanku.
Teguran-Mu bahwa sekarang juga aku harus memperbaiki diriku.
Teguran-Mu bahwa sekarang juga aku harus membersihkan hati dari
penyakitnya.
Teguran-Mu bahwa sekarang juga aku harus menanamkan
I-K-H-L-A-S dalam benakku.
Terimakasih, Rabb, My Lord, Kau Terangi jalanku lebih indah dari
yang dulu.
27 Januari
2012
11:42 pm
Kamar yang Insya Allah penuh berkah
No comments:
Post a Comment