Norma A. Thahirah
Angin semilir berembus
lembut, menemani hari meyambut mentari. Gedung sekolah masih cukup lengang dari
celoteh dan tawa para siswa. Sesaat Fitri melirik jam dinding yang digantung di
atas whiteboard di ruang kelas VII A.
Pukul tujuh kurang sepuluh menit. Gadis berjilbab itu kini berdiri di dekat
jendela yang menghadap pintu gerbang utama. Matanya tertuju pada sebuah mobil
merah tua yang sangat ia kenali. Seorang gadis seumurannya keluar dari sana dan
berlari memasuki gerbang.
“Fitri…!” Si gadis yang
baru saja tiba di ruang kelas itu menyapanya riang.
Fitri menoleh. Sahabat
karibnya itu tersenyum sangat manis di depannya.
“Moza kenapa?” Tanya
Fitri polos.
“Coba perhatikan aku
betul-betul. Apa yang beda?” Tanyanya balik.
Fitri mencoba melakukan
apa yang sahabatnya inginkan, memperhatikan dari ujung kepala sampai ujung
kaki. Oh, ternyata memang ada yang berbeda, Moza mengenakan sepatu baru.
“Cantik, Moz. Beli
dimana?” Fitri merespon baik.
Fitri tersenyum getir.
Betapa irinya ia pada Moza yang punya kakak seperti Mas Aldo. Sudah ganteng,
suka senyum sama semua orang, habis itu kayaknya pintar lagi. Fitri sih nggak
tahu, tapi dia pakai kaca mata. Kata Moza dia juga mau masuk Fakultas
Kedokteran di luar negeri setelah lulus SMA nanti. Pasti Moza bangga sekali
dengan Mas Aldo. Apalagi Moza sering dibelikan ini itu yang suka dia pamerkan
di depan teman-teman. Coba kalau kakaknya sendiri, huh! Boro-boro mau belikan sepatu,
rok, kerudung, boneka, yang ada malah berantem nggak karuan.
“Kamu kok berangkatnya
duluan sih, Fit? Aku jadi nggak ketemu Kak Farrel deh,” Moza menggumam.
“Dia nggak akan tertarik
sama kamu cuma gara-gara pakai sepatu baru!” Celoteh Fitri.
“Lalu aku harus pakai
apa? Kerudung? Atau topeng ksatria baja hitam? Nanti deh aku minta belikan Mas
Aldo.”
Fitri tertawa kecil.
Moza yang putih, cantik dan anak konglomerat ini kok justru nge-fan sama Kak Farrel yang dekil dan
ngeselin itu sih? Memang Kak Farrel anak pintar, selalu menyabet gelar bintang
kelas dari TK sampai kelas sebelas. Jabatannya sekarang juga bukan main-main,
Ketua OSIS di SMA favorit, dan sedang mengikuti proses seleksi program pertukaran
pelajar ke Belgia. Tapi kan fans Moza di sekolah dan tempat kami kursus bahasa asing
juga banyak. Cakep-cakep lagi. Tapi Moza malah berpendapat Kak Farrel lah yang
paling cakep. Dia bilang walaupun item, senyum Kak Farrel manis banget kayak
Aamir Khan. Weks! Moza apa-apaan sih? Fitri tak pernah setuju dengan apapun
yang Moza katakan tentang kakaknya.
Fitri memang sulit
sekali untuk akur dengan Farrel. Menurut Farrel, Fitri adalah anak paling
penakut dan cengeng sedunia. Fitri juga berpendapat bahwa seseorang yang paling
patut dibenci oleh adik perempuan di dunia ini adalah kakak laki-laki. Farrel
yang suka mengatur macam-macam, Farrel yang senang menakut-nakuti dan mengejeknya,
Farrel yang tidak mau menerima pendapatnya, Farrel yang tidak pernah percaya
padanya, Farrel yang… huh! pernah memisahkan Fitri dengan kucing kesayangannya
sewaktu kecil. Mau tidak mau Fitri selalu teringat hal itu.
Fitri masih kelas satu
dan Farrel kelas lima. Ketika itu di rumah mereka ada anak kucing peliharaan
yang lucu dan gemuk. Karena Farrel yang memungutnya, Farrel mengklaim bahwa
kucing itu miliknya. Fitri juga ingin punya kucing sendiri. Dengan
merengek-rengek akhirnya ia berhasil meminta Mama mencarikan satu anak kucing
lagi. Sayangnya anak kucing untuk Fitri tidak selucu dan segemuk kucing Farrel.
Kucing yang berwarna hitam itu suka membuat keributan dengan mencuri makanan di
dapur dan mengganggu kucing peliharaan Farrel. Alhasil kedua kakak beradik itu semakin
sering bertengkar karena permasalahan sepele. Karena kesal, anak kucing Farrel
sering Fitri siksa dengan menendang, mencabuti rambut-rambutnya dan melemparnya
ke selokan tanpa ampun. Lama-kelamaan kucing itu sakit dan akhirnya mati. Fitri
tak juga merasa bersalah, meski Farrel berkali-kali menginterogasi. Fitri
merasa puas sekali sudah berhasil membuat kakaknya marah. Akan tetapi, tanpa
Fitri duga kucing kesayangannya yang kurus dan suka mencuri itu tiba-tiba menghilang.
Giliran ia yang menginterogasi Farrel,
kakaknya itu hanya menjawab,
“Dimakan kucing garong
kali!”
Atau
“Mungkin ketabrak bajaj
di depan komplek, Fit, terus dikuburkan sama tukang bajajnya.”
Atau
“Kali aja dia melarikan
diri karena merasa bersalah udah bikin kucing Kak Farrel mati, Fit.”
Saat ia tanya Mama, beliau
cuma bilang tidak tahu dan menasihati kedua anaknya untuk tidak memelihara
kucing lagi. Sejak itu tidak pernah lagi ada kucing peliharaan di rumah. Sejak
itu pula bila mereka bertengkar hebat, permasalahan si kucing hilang selalu saja
diungkit-ungkit.
Aaarrgghhh! Menyebalkan
sekali punya kakak seperti itu. Mama saja sudah terlalu sering dibuat pusing
dengan pertengkaran-pertengkaran mereka. Dari masalah kecil semacam berebut
acara tv sampai pada tingkat yang serius misalnya Fitri tidak mau diantarkan Farrel
ke sekolah dengan motor bebeknya seperti biasa. Pokoknya Fitri benci sekali
dengan Farrel. Titik.
To be Continued....
'MALAM MINGGU DI RUMAH FITRI' ADALAH SALAH SATU CERPEN YANG DIMUAT DALAM BUKU "CINTA FITRI SEASON RELIGI". BIAR GA PENASARAN DENGAN KELANJUTANNYA, DAPETIN BUKUNYA SEGERA YA..... (INFO DAN PEMESANAN DAPAT DILIHAT PADA POSTING KUMCER KEROYOKAN "CINTA FITRI SEASON RELIGI" ) :)
No comments:
Post a Comment