handphone-tablet
Kajian.Net
Aku sudah siap dengan semangat baru, menapak jalan terjal untuk mencari ilmu, menelusuri halang rintang untuk menyongsong indahnya masa depan.

Monday, May 14, 2012

Malam Minggu di Rumah Fitri

Norma A. Thahirah

Angin semilir berembus lembut, menemani hari meyambut mentari. Gedung sekolah masih cukup lengang dari celoteh dan tawa para siswa. Sesaat Fitri melirik jam dinding yang digantung di atas whiteboard di ruang kelas VII A. Pukul tujuh kurang sepuluh menit. Gadis berjilbab itu kini berdiri di dekat jendela yang menghadap pintu gerbang utama. Matanya tertuju pada sebuah mobil merah tua yang sangat ia kenali. Seorang gadis seumurannya keluar dari sana dan berlari memasuki gerbang.
 “Fitri…!” Si gadis yang baru saja tiba di ruang kelas itu menyapanya riang.
Fitri menoleh. Sahabat karibnya itu tersenyum sangat manis di depannya.
“Moza kenapa?” Tanya Fitri polos.
“Coba perhatikan aku betul-betul. Apa yang beda?” Tanyanya balik.
Fitri mencoba melakukan apa yang sahabatnya inginkan, memperhatikan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Oh, ternyata memang ada yang berbeda, Moza mengenakan sepatu baru.
“Cantik, Moz. Beli dimana?” Fitri merespon baik.
Senyum Moza semakin mengembang. “Mas Aldo yang belikan waktu ke Singapore.”
Fitri tersenyum getir. Betapa irinya ia pada Moza yang punya kakak seperti Mas Aldo. Sudah ganteng, suka senyum sama semua orang, habis itu kayaknya pintar lagi. Fitri sih nggak tahu, tapi dia pakai kaca mata. Kata Moza dia juga mau masuk Fakultas Kedokteran di luar negeri setelah lulus SMA nanti. Pasti Moza bangga sekali dengan Mas Aldo. Apalagi Moza sering dibelikan ini itu yang suka dia pamerkan di depan teman-teman. Coba kalau kakaknya sendiri, huh! Boro-boro mau belikan sepatu, rok, kerudung, boneka, yang ada malah berantem nggak karuan.
“Kamu kok berangkatnya duluan sih, Fit? Aku jadi nggak ketemu Kak Farrel deh,” Moza menggumam.
“Dia nggak akan tertarik sama kamu cuma gara-gara pakai sepatu baru!” Celoteh Fitri.
“Lalu aku harus pakai apa? Kerudung? Atau topeng ksatria baja hitam? Nanti deh aku minta belikan Mas Aldo.”
Fitri tertawa kecil. Moza yang putih, cantik dan anak konglomerat ini kok justru nge-fan sama Kak Farrel yang dekil dan ngeselin itu sih? Memang Kak Farrel anak pintar, selalu menyabet gelar bintang kelas dari TK sampai kelas sebelas. Jabatannya sekarang juga bukan main-main, Ketua OSIS di SMA favorit, dan sedang mengikuti proses seleksi program pertukaran pelajar ke Belgia. Tapi kan fans Moza di sekolah dan tempat kami kursus bahasa asing juga banyak. Cakep-cakep lagi. Tapi Moza malah berpendapat Kak Farrel lah yang paling cakep. Dia bilang walaupun item, senyum Kak Farrel manis banget kayak Aamir Khan. Weks! Moza apa-apaan sih? Fitri tak pernah setuju dengan apapun yang Moza katakan tentang kakaknya.
Fitri memang sulit sekali untuk akur dengan Farrel. Menurut Farrel, Fitri adalah anak paling penakut dan cengeng sedunia. Fitri juga berpendapat bahwa seseorang yang paling patut dibenci oleh adik perempuan di dunia ini adalah kakak laki-laki. Farrel yang suka mengatur macam-macam, Farrel yang senang menakut-nakuti dan mengejeknya, Farrel yang tidak mau menerima pendapatnya, Farrel yang tidak pernah percaya padanya, Farrel yang… huh! pernah memisahkan Fitri dengan kucing kesayangannya sewaktu kecil. Mau tidak mau Fitri selalu teringat hal itu.
Fitri masih kelas satu dan Farrel kelas lima. Ketika itu di rumah mereka ada anak kucing peliharaan yang lucu dan gemuk. Karena Farrel yang memungutnya, Farrel mengklaim bahwa kucing itu miliknya. Fitri juga ingin punya kucing sendiri. Dengan merengek-rengek akhirnya ia berhasil meminta Mama mencarikan satu anak kucing lagi. Sayangnya anak kucing untuk Fitri tidak selucu dan segemuk kucing Farrel. Kucing yang berwarna hitam itu suka membuat keributan dengan mencuri makanan di dapur dan mengganggu kucing peliharaan Farrel. Alhasil kedua kakak beradik itu semakin sering bertengkar karena permasalahan sepele. Karena kesal, anak kucing Farrel sering Fitri siksa dengan menendang, mencabuti rambut-rambutnya dan melemparnya ke selokan tanpa ampun. Lama-kelamaan kucing itu sakit dan akhirnya mati. Fitri tak juga merasa bersalah, meski Farrel berkali-kali menginterogasi. Fitri merasa puas sekali sudah berhasil membuat kakaknya marah. Akan tetapi, tanpa Fitri duga kucing kesayangannya yang kurus dan suka mencuri itu tiba-tiba menghilang.
 Giliran ia yang menginterogasi Farrel, kakaknya itu hanya menjawab,
“Dimakan kucing garong kali!”
Atau
“Mungkin ketabrak bajaj di depan komplek, Fit, terus dikuburkan sama tukang bajajnya.”
Atau
“Kali aja dia melarikan diri karena merasa bersalah udah bikin kucing Kak Farrel mati, Fit.”
Saat ia tanya Mama, beliau cuma bilang tidak tahu dan menasihati kedua anaknya untuk tidak memelihara kucing lagi. Sejak itu tidak pernah lagi ada kucing peliharaan di rumah. Sejak itu pula bila mereka bertengkar hebat, permasalahan si kucing hilang selalu saja diungkit-ungkit.
Aaarrgghhh! Menyebalkan sekali punya kakak seperti itu. Mama saja sudah terlalu sering dibuat pusing dengan pertengkaran-pertengkaran mereka. Dari masalah kecil semacam berebut acara tv sampai pada tingkat yang serius misalnya Fitri tidak mau diantarkan Farrel ke sekolah dengan motor bebeknya seperti biasa. Pokoknya Fitri benci sekali dengan Farrel. Titik.

To be Continued.... 

'MALAM MINGGU DI RUMAH FITRI' ADALAH SALAH SATU CERPEN YANG DIMUAT DALAM BUKU "CINTA FITRI SEASON RELIGI". BIAR GA PENASARAN DENGAN KELANJUTANNYA, DAPETIN BUKUNYA SEGERA YA..... (INFO DAN PEMESANAN DAPAT DILIHAT PADA POSTING KUMCER KEROYOKAN "CINTA FITRI SEASON RELIGI" ) :)

No comments:

Post a Comment