“Jangan ulun gin, Kak. Ukhti A aja, lebih pantas. Ulun ni
masih unyu-unyu, kada bakat jadi pemimpin.”
Betul. Kita mungkin bukan yang terbaik. Tidak hanya Ukhti A,
Ukhti B, C sampai Z pun masih lebih baik. Ibarat perhiasan, kita bukan emas
berkilau yang membuat orang lain silau, yang dijual dengan harga mahal dan
dikenakan oleh para hartawan. Tapi ketahuilah, Saudariku Sayang, perhiasan
mahal itu pun dulunya tinggal di lumpur yang kotor dan hanya bisa dilihat oleh
mata-mata yang cermat. Pun setelah berhasil ditemukan, ia harus direndam dengan
zat kimia, diremuk dan dibakar hingga kilaunya kian memukau.
Kau mungkin berfikir, ‘aku terpilih bukan karena terlihat
bagai emas yang berkilau, tapi karena tak ada lagi yang mau peduli.’ Terserah
apa katamu, tapi ingatlah bahwa Allah tidak memilih hamba-Nya secara random –
seperti mengambil bola dari dalam kotak dengan mata tertutup yang kerap kita
temui dalam pelajaran Statistik – dan kaulah bola yang beruntung.
Tidak, Saudariku Sayang!
Ia memilihmu!
Kau terpilih sebab Ia Maha Tahu, akan jadi apa kau di masa
depan.
Kau terpilih sebab jauh sebelum dunia ini dicipta, namamu
sudah tertulis di Lauh Mahfuz.
Terlebih lagi, kau terpilih sebab cinta-Nya padamu teramat
besar.
Haruskah cinta-Nya kau abaikan?
No comments:
Post a Comment